Kamis, 21 Desember 2017

Tutorial Metode ISM

Interpretative Structural Modeling (ISM) merupakan teknik pemodelan yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategi (Marimin: 2004). ISM diciptakan pertama kali oleh J. Warfield pada tahun 1973, dimana Warfield mendefinisikan ISM sebagai proses belajar  dengan bantuan komputer yang memungkinkan individu-individu atau kelompok untuk mengembangkan peta hubungan yang kompleks antara berbagai elemen yang terlibat dalam situasi yang kompleks.

Interpretive Structural Modelling (ISM) sebagaimana diaplikasikan oleh Bhattacharya dan Momaya (2009), Takkar et.al., (2008), Bolanos (2005) adalah metodologi perencanaan interaktif canggih yang memungkinkan sekelompok orang, bekerja sebagai tim, untuk mengembangkan struktur yang mendefinisikan hubungan di antara unsur-unsur dalam suatu himpunan. Struktur diperoleh dengan menjawab pertanyaan sederhana. Unsur yang akan terstruktur (seperti tujuan, hambatan, masalah, dan sebagainya) yang ditentukan oleh kelompok pada awal sesi perencanaan ISM. Proses ISM dimulai dari permodelan system dan diakhiri dengan validasi model. Melalui teknik ISM, model mental yang tidak jelas ditransformasikan menjadi model system yang tampak (visible).

Selasa, 19 Desember 2017

Beberapa Referensi Penting Metode ISM


Bolanos et.al. (2005). “Using Interpretive Structural Modelling in Strategic Decision-Making Groups”. Management Decision 43 (6): 877-895.
Devi, Abrista and Rusydiana, Aam Slamet (2016), “Islamic Group Lending Model (GLM) and Financial Inclusion”, International Journal of Islamic Business Ethics Vol. 1 No 1, pp. 80-94.
Faisal, M.N., and Al-Esmael, B.A. (2014), “Modeling the enablers of organizational commitment”, Business Process Management Journal, Vol. 20, No. 1, pp. 25-46.
Faisal, M.N. (2015), “A study of inhibitors to transparency in red meat supply chains in Gulf cooperation council (GCC) countries”, Business Process Management Journal, Vol. 21, No. 6, pp. 1299-1318.
Gorvett, R., and Liu, N. (2007), Using interpretive structural modeling to identify and quantify interactive risks. Orlando –USA: ASTIN Colloquium.
Jabeen, F., and Faisal, M.N. (2018), “Imperatives for improving entrepreneurial behavior among females in the UAE: An empirical study and structural model”, Gender in Management: An International Journal, pp. 1754-2413.
Jabeen, F., and Faisal, M.N., and Katsioloudes, M.I. (2017), “Entrepreneurial mindset and the role of universities as strategic drivers of entrepreneurship evidence from the UAE”, Journal of Small Business and Enterprise Development, Vol. 24, No. 1, pp. 136-157.
Kanungo S dan V.V. Batnagar, 2002. “Beyond Generic Models for Information System Quality : The Use of Interpretative Structural Modelling (ISM)”. Journal of System Research and Behavior Science. Vol. 19 (2), P 531:549.
Lee, D. M. (2007). Structured Decision Making with Interpretive Structural Modelling (ISM). Canada: Sorach Inc.
Li, M., and Yang, J. (2014), “Analysis of interrelationships between critical waste factors in office building retrofit projects using interpretive structural modeling”, International Journal of Construction Management, Vol. 14, No. 1, pp. 15-27.
Marimin (2004), Pengambilan Keputusan Kreteria Majemuk. Teknik dan Aplikasi. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Ravi, V. (2015), “Analysis of interactions among barriers of eco-efficiency in electronics packaging industry”, Journal of Cleaner Production, Vol. 101, pp. 16-25.
Rusydiana, Aam S., and Devi, Abrista. (2018), “Mengembangkan koperasi syariah di Indonesia: Pendekatan interpretive structural model (ISM)“, Jurnal Economica, Vol. 9, No. 1, 2018.
Sage, A (1977), Interpretive Structural Modeling: Methodology for Large-Scale Systems, McGraw-Hill, New York, NY, pp. 91-164.
Takkar, J., et.al. (2007). “Development of a Balanced Scorecard, An Integrated Approach of Interpretive Sructural Modeling (ISM) and Analytic Network Process (ANP)”. International Journal of Productivity and Performance Management 56 (1): 25-59.
Venkatesh, V.G., Rathi, S., and Patwa, S. (2015), “Analysis on supply chain risks in indian apparel retail chains and proposal of risk prioritization model using interpretive structural modeling”, Journal of Retailing and Consumer Services, Vol. 26, pp. 153-167.
Warfield, J.N. (1974), “Developing interconnected matrices in structural modeling”, IEEE Transactions on System, Man and Cybernetics, Vol. SMC-4 No. 1, pp. 81-87.

Rabu, 15 November 2017

Tahapan Penelitian Metode ISM

Bagian pertama dari penelitian ini adalah melakukan pemodelan. Model akan ditampilkan secara grafis dengan memuat elemen-elemen dan hubungan relasinya menggunakan metode Interpretative Structural Modeling (ISM). Dalam hal ini ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafis dari hubungan langsung antara elemen dan tingkat hierarki. Dalam pemodelan terdapat beberapa tahapan, yaitu:
1.      Identifikasi elemen, pada tahap ini elemen sistem diidentifikasi dan didaftar. Elemen dapat diidentifikasi melalui penelitian, diskusi, ataupun cara lain.
2.      Hubungan kontekstual, yaitu menghubungkan elemen yang dikembangkan berdasarkan tujuan pemodelan.
3.      Matriks interaksi tunggal (structural self interaction matrix-SSIM) yang dibentuk berdasarkan pada persepsi responden terhadap hubungan elemen yang dinilai. Digunakan empat simbol untuk mewakili tipe hubungan, kendala 1 (Ei) sedangkan kendala 2 (Ej):
·         V : kendala (1) mempengaruhi kendala (2), tetapi tidak sebaliknya.
·         A : kendala (2) mempengaruhi kendala (1) tetapi tidak sebaliknya.
·         X : kendala (1) dan kendala (2) saling mempengaruhi.
·         O : kendala (1) dan kendala (2) tidak saling mempengaruhi.

Minggu, 17 September 2017

Validasi Model dalam ISM

Bagian kedua dalam tahap ini untuk memperoleh model yang optimal, perlu dilakukan validasi model. Proses validasi model kebijakan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berbagai kelemahan dan kekurangan dari model serta mengidentifikasi berbagai masalah yang perlu diantisipasi terkait dengan penerapan kebijakan yang dirumuskan (Eriyanto dan Sofyar, 2007). Proses ini dilakukan dengan dua aspek, yaitu proses perumusan kebijakan yang dilakukan pada metode pengembangan kebijakan dan produk kebijakan melalui uji pendapat pakar atau dengan membandingkan produk kebijakan hasil penelitian dengan kebijakan yang sedang atau telah dijalankan.
Proses validasi mengacu pada Sarget (1998) dengan menggunakan pendapat para pakar untuk mengetahui kesesuaian dan kelayakan model serta kebenaran logika dan teori dalam model konseptual yang menjelaskan hubungan input-output model secara masuk akal. Metode ISM dapat memberikan landasan analisa yang menghasilkan informasi yang berguna dalam merancang formula kebijakan dan perencanaan strategi. Saxena (1992) membagi program dalam sembilan elemen, yaitu:

  1. Sektor masyarakat yang terpengaruh
  2. Kebutuhan program
  3. Kendala utama
  4. Perubahan yang dimungkinkan
  5. Tujuan  program
  6. Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan
  7. Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan
  8. Ukuran efektivitas untuk menilai capaian setiap aktivitas
  9. Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program

Selasa, 11 Juli 2017

Elemen dan Subelemen dalam Metode ISM

Setiap elemen dijabarkan menjadi sejumlah sub-elemen. Hal ini berfungsi untuk memudahkan dalam penetapan hubungan konseptual antar sub-elemen yang didalamnya terdapat suatu pengarahan yang menuju pada perbandingan berpasangan yang menggambarkan hubungan antara subelemen yang dilakukan oleh pakar. Pakar yang digunakan sebagai narasumber disini harus lebih dari satu, agar elemen dapat kita bandingkan. Penilaian hubungan menggunakan symbol sebagai berikut:
V:eij = 1 ; eij = 0
A: eij = 0; eij = 1
X: eij = 1; eij = 1
O: eij = 0; eij = 0
Eij = 1 artinya ada hubungan kontekstual antara subelemen ke-i dan ke-j, sedangkan Eij = 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara subelemen ke-i dan ke-j. Hasil penilaian tersusun dalam Structural Self Interaaction Matrix (SSIM) yang dibuat dalam bentuk Reachability Matrix (RM) dengan merubah V,A,X,O dengan bilangan 0 dan 1. Matriks tersebut kemudian dikoreksi hingga menjadi matriks tertutup yang memenuhi aturan transitivy. Yang dimaksud dengan transitivy adalah kelengkapan dari lingkaran sebab-akibat (causal-loop), kemudian diolah untuk menetapkan pilihan jenjang (level partition).
Klasifikasi subelemen mengacu pada hasil olahan dari Reachability Matriks ( RM) yang telah memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan tersebut didapatkan nilai Driver-Power (DP) dan nilai Dependence (D) untuk menentukan klasifikasi subelemen. Secara garis besar klasifikasi sub-elemen digolongkan dalam
4 sektor yaitu:
·      Autonomous-S1 : Weak driver-weak dependent (sub-elemen yang sedikit terkait dengan sistem).
·      Dependent-S2 : Weak driver-strong dependent (Sub-elemen yang tidak bebas).
·      Linkage-S3 : Strong driver-strong dependent (sub-elemen yang sensitif dan tidak stabil).

·      Independent-S4 : Strong driver-weak dependent (sub-elemen yang bebas), yang merupakan sub-elemen paling kuat, sehingga merupakan sub-elemen kunci. 

Rabu, 21 Juni 2017

Contoh Elemen ISM dalam model Wakaf Uang Bank Syariah

 Elemen kendala atau permasalahan dalam peningkatan peran bank syariah dalam penghimpunan dana wakaf uang dijabarkan dalam 9 (sembilan) sub-elemen sebagai berikut :
E1: Peran LKS-PWU yang kurang optimal
E2: Kurangnya transparansi pengelolaan wakaf uang
E3: Kurangnya dukungan hukum wakaf uang
E4: Kurangnya karyawan LKS-PWU yang berkualitas
E5: Minimnya variasi produk penyaluran wakaf uang di LKS-PWU
E6: Kurangnya profesional nazhir
E7: Kurang edukasi/sosialisasi wakaf uang
E8: Kurangnya kepercayaan antar wakif, nazhir, dan LKS-PWU
E9: Belum adanya bank khusus wakaf uang
Sedangkan hasil dari pengolahan ISM untuk elemen kendala atau permasalahan dapat dilihat pada di bawah ini, dengan rincian sebagai berikut :
Autonomous : -
Dependent : E5
Linkage : E1, E2, E4, E8

Independent : E7, E3, E9, E6